Berikut ini beberapa perbedaan kebab Turki dan Arab. Di dunia kuliner, kebab menjadi salah satu Rekomendasi Kuliner Hits di Seluruh Dunia. Kebab sering dianggap satu jenis makanan saja, padahal di balik nama yang sama tersembunyi ragam bentuk, rasa, dan budaya yang sangat berbeda. Dua versi kebab yang paling terkenal adalah kebab Turki dan kebab Arab. Keduanya berasal dari tradisi memasak daging yang kaya rempah, tapi cara penyajian, bahan dan filosofi kulinernya sangat berbeda. Yuk, telusuri perbedaannya secara unik dan lengkap.
1. Filosofi Masak
Kebab Turki biasanya berpegang pada prinsip “less is more”. Mereka cenderung tidak membanjiri daging dengan terlalu banyak bumbu. Fokusnya adalah pada kualitas daging itu sendiri. Misalnya, pada döner kebab, daging sapi atau ayam diiris tipis dan dipanggang perlahan, hanya dengan garam, lada, dan mungkin sedikit yogurt atau minyak zaitun.
Sebaliknya, kebab Arab memeluk filosofi rempah sebagai inti rasa. Campuran bumbu seperti jintan, kapulaga, cengkih, ketumbar, dan bawang putih bukan sekadar pelengkap. Mereka adalah bintang utama. Kebab Arab, terutama jenis kofta, terasa lebih “berlapis”, dengan aroma yang menggoda sejak pertama kali dipanggang.
2. Bentuk dan Penyajian
Kebab Turki terkenal dengan döner kebab, daging iris yang dipanggang vertikal lalu digulung dalam roti pipih (pita atau lavash), mirip seperti wrap modern. Dalam versi cepat saji, kamu akan menemukannya bersama tomat segar, selada, bawang bombay, dan saus yoghurt. Praktis dan cocok disantap sambil berjalan.
Sementara itu, kebab Arab lebih suka tampil dalam bentuk tusukan. Daging giling dibentuk memanjang di sekitar tusuk besi dan dibakar di atas bara, lalu disajikan di piring bersama roti khubz, hummus, dan kadang nasi mandi. Ini bukan makanan cepat saji; ini makanan yang mengajak kamu duduk, menikmati, dan berbagi.
3. Daging
Kebanyakan kebab Turki menggunakan daging iris tipis yang ditumpuk membentuk silinder besar dan dimasak secara vertikal. Ini menghasilkan daging yang renyah di luar tapi tetap juicy di dalam.
Di sisi lain, kebab Arab cenderung menggunakan daging giling, sering kali dicampur dengan bawang dan rempah, lalu dibentuk menjadi bola lonjong atau silinder sebelum dipanggang. Hasilnya? Tekstur yang padat dan rasa rempah yang meresap sampai ke dalam.
4. Tekstur dan Rasa
Jika kamu mencari kelembutan dengan rasa alami daging, maka kebab Turki akan jadi favoritmu. Dagingnya yang tipis membuatnya mudah dikunyah, dengan rasa ringan dan segar.
Tapi kalau kamu lebih suka gigitan yang “penuh”, padat, dan kaya bumbu, kebab Arab adalah pilihan tepat. Teksturnya lebih berat, cocok untuk makan kenyang dengan nasi atau roti tebal.
5. Saus dan Pelengkap
Kebab Turki biasanya ditemani saus yoghurt, kadang dengan tambahan bawang putih atau timun (mirip tzatziki). Saus ini memberikan kesegaran yang menyeimbangkan rasa gurih daging.
Sebaliknya, kebab Arab identik dengan saus tahini (pasta biji wijen) atau toum (saus bawang putih yang tajam). Keduanya memberikan rasa khas yang lebih “mediterranean” dan sedikit pahit gurih yang unik.
6. Gaya Makan
Kebab Turki cocok untuk gaya hidup cepat. Bisa dibawa pulang, dibungkus kertas, dan dimakan sambil berdiri. Ini sebabnya döner kebab sangat populer di kota-kota besar Eropa.
Kebab Arab, sebaliknya, lebih sering dinikmati di meja makan bersama keluarga atau teman. Disajikan di nampan besar, dilengkapi nasi, salad, dan acar. Kebab Arab adalah hidangan kebersamaan, bukan hanya sekadar camilan.
7. Warisan Budaya
Kebab Turki adalah warisan dari Kekaisaran Ottoman yang luas. Mereka membawa kebab ke berbagai wilayah, dari Balkan sampai Mesir. Döner bahkan menjadi inspirasi bagi kebab Jerman-Turki modern yang kini mendunia.
Kebab Arab berasal dari Levant (Lebanon, Suriah, Palestina) dan jazirah Arab, di mana daging panggang merupakan bagian penting dari budaya makan bersama dan perjamuan. Di banyak negara Arab, kebab disajikan pada acara besar, pernikahan, dan hari raya.
Itulah beberapa perbedaan kebab Turki dan Arab. Kebab Turki dan kebab Arab mungkin sama-sama berbahan dasar daging panggang, tapi keduanya mewakili dua pendekatan berbeda terhadap seni memasak. Yang satu ringan, simpel, dan cocok untuk jalanan kota modern. Yang satu lagi penuh rempah, padat rasa, dan kaya akan tradisi Timur Tengah yang hangat.